Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Postingan Populer

Pages

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header

//

Breaking News:

latest

Covid-19 dalam Kacamata Komunikasi Krisis

“Komunikasi bukan segala-galanya, namun segala-galanya perlu dikomunikasikan. Komunikasi memegang peran sentral untuk mengubah per...


“Komunikasi bukan segala-galanya, namun segala-galanya perlu dikomunikasikan. Komunikasi memegang peran sentral untuk mengubah perilaku masyarakat. 

Praktik komunikasi yang baik akan menghasilkan respon yang baik pula.”

(Sulvinajayanti, S.Kom., M.I.Kom Ketua Prodi Sosiologi Agama IAIN Parepare)



Indonesia saat ini telah masuk dalam fase paling kritis. Bukan karena pertumbuhan ekonomi yang tidak “meroket”. Bukan pula karena penduduk miskin bertambah. Pun bukan pula bertambahnya hutang luar negeri Indonesia. Situasi kritis yang dialami Indonesia lantaran harus berjibaku melawan penyebaran virus corona jenis baru atau dikenal dengan sebutan novel coronavirus. Secara resmi oleh World Healt Organization (WHO) virus ini disebut sebagai Covid-19 yang berarti “Covid” singkatan dari Corona Virus Disease, sedangkan angka “19” menunjukkan tahun munculnya virus tersebut.

Covid-19 telah terdeteksi sejak November 2019 di Kota Wuhan, RRT. Dengan cepat virus menyebar. Menginfeksi puluhan, lalu ratusan, ribuan, hingga ratusan ribu orang. Virus menyebar melewati sekat-sekat geografis. Tidak hanya rakyat Tiongkok yang diinfeksi Covid-19. Beberapa warga negara lain juga mulai diinfeksi. Seketika dunia gempar. Banyak negara mulai menerapkan sistem pembatasan masuk-keluar negaranya. Tujuan kebijakan ini adalah untuk membatasi pergerakan orang guna mengontrol penyebaran virus. Beberapa negara berhasil dengan sistem seperti ini. Beberapa negara lainnya masih harus berjibaku karena berbagai faktor, salah satunya adalah keterlambatan mengantisipasi infeksi Covid-19.

Indonesia termasuk salah satu negara yang masih harus berjibaku dengan segala kekuatan untuk bertanding cepat dengan Covid-19. Virus ini melaju dengan cepat. Menginfeksi siapa saja yang melakukan kontak dengan orang yang suspect. Ibarat jaringan sosial, infeksi orang pertama akan menyebabkan orang-orang lain terinfeksi selama mereka melakukan kontak langsung seperti bersamalaman. Pola penularan virus ini tergolong unik. Virus masuk melalui mata, hidung, telinga, dan mulut.

Pemerintah Indonesia seakan tidak mau kalah cepat cengan langkah penyebaran virus. Berbagai kebijakan diambil, diantaranya “merumahkan” siswa dan mahasiswa, mengubah sistem kerja kantoran, mengeluarkan himbauan agar masyarakat tetap di rumah dan sering mencuci tangan, serta menyiapkan rumah sakit rujukan, laboratorium kesehatan, dan mengerahkan tenaga kesehatan yang ada. Ternyata langkah ini belum terlalu cepat dengan langkah Covid-19. Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto hingga 27 Maret 2020, lebih dari 1000 kasus terkonfirmasi dalam berbagai tingkatan baik positif, Orang Dalam Pemantauan (ODP), maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP) (https://nasional.kompas.com, diakses 27 Maret 2020). Virus terus melaju cepat dari semula hanya menyerang daerah Jabodetabek kemudian mulai bergerak ke hampir seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah pusat dan daerah dibuat semakin harus bekerja ekstra.


Manajemen Komunikasi Krisis
      Menghadapi situasi ini memang tidaklah mudah. Penulis harus mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk menangani Covid-19 di Indonesia. Namun di sisi lain masih ada lobang yang harus ditutupi agar langkah pemerintah ini menjadi tidak sia-sia. Salah satu lobang yang harus ditutupi itu adalah praktik komunikasi krisis pemerintah. Komunikasi krisis adalah praktik penyampaian informasi krisis berupa data, situasi, kondisi, dan strategi yang akan dilakukan untuk keluar dari situasi krisis yang dihadapi. Praktik komunikasi krisis yang baik akan mendukung pencapaian tujuan guna keluar dari situasi krisis. Sayangnya dari sisi ini Pemerintah Indonesia masih kalah cepat dengan virus.

     Menurut hemat penulis, ada beberapa celah komunikasi krisis yang menjadi titik krisis bagi pemerintah dalam menghadapi Covid-19 ini. Pertama, buruknya praktik komunikasi pemerintah. Sejak Covid-19 terdeteksi di RRT beberapa pemerintah di dunia mulai bersiap dan mengeluarkan kebijakan penanggulangan. Namun pemerintah Indonesia justru mengeluarkan kebijakan tiket pesawat murah dan membayar social media influencer untuk berkampanye agar wisatawan datang ke Indonesia.


        Dalam kondisi normal, kebijakan ini tentu tidak salah. Pemerintah ingin memanfaatkan peluang. Saat negara-negara tujuan wisata di dunia mulai membatasi jumlah orang yang masuk di negaranya, maka Indonesia siap menampung. Tentu saja jumlah wisatawan yang datang berkorelasi dengan jumlah pendapatan negara. Pun demikian dengan perekonomian masyarakat. Namun, kondisi dunia sedang tidak baik-baik saja. Pergerakan orang masuk ke Indonesia akan menyebabkan infeksi virus menjadi nyata karena mereka sebagai carrier. Terbukti ketika 2 Maret 2020 Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Selanjutnya kita bisa menebak, infeksi virus semakin besar bahkan sampai dalam lingkaran dekat istana.

Kedua, respon remeh temeh pemerintah. Penulis yakin bahwa pemerintah tahu bahwa penduduk Indonesia punya risiko tinggi terinfeksi Covid-19. Namun respon pemerintah justru menunjukkan kurangnya kecerdasan komunikasi krisis. Beberapa menteri dalam pemerintahan justru mengeluarkan pernyataan yang kurang mendidik masyarakat. Pernyataan yang keluar terkesan menyepelekan keadaan darurat. Jika pola komunikasi ini dimaksudkan agar masyarakat tidak panik, maka ini salah besar. Para ahli komunikasi sepakat bahwa komunikasi adalah proses yang mengalir dan tidak dapat ditarik kembali (irreversible). Kalimat yang dilontarkan pemerintah justru memperparah kondisi. Alhasil sekarang saatnya memetik buah dari praktik komunikasi yang kurang bijak. Jika saja pemerintah bisa memanfaatkan waktu yang ada, maka tentu kebijakan komunikasi lebih bisa dipersiapkan dengan baik.

Ketiga, kualitas manajemen komunikasi krisis pemerintah. Himbauan pemerintah untuk work from home atau bekerja dari rumah dan melakukan social distancing justru kurang efektif di lapangan. Di satu sisi karena perilaku masyarakat yang sulit untuk diubah. Namun di sisi lain ada proses manajemen komunikasi yang kurang efektif dilakukan pemerintah. Manajemen komunikasi krisis membutuhkan strategi dalam perencanaan dan pelaksanaannya. John Marston dalam bukunya The Nature of Public Relations memberikan konsep manajemen komunikasi yang dikenal sebagai RACE.

Konsep RACE merupakan singkatan dari Research, Action, Communication, dan Evaluation. Research berkaitan dengan mencari tahu masalah dan situasinya. Satuan gugus tugas pemerintah untuk penanganan Covid-19 perlu melakukan riset secara berkelanjutan untuk tahu penyebab masalah, data orang terinfeksi, pola penyebaran infeksi, respon publik, perilaku khalayak, dan lain sebagainya. Data-data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis sehingga tahu apa informasi yang layak diberikan ke publik dan mana informasi yang hanya meningkatkan kecemasan publik. Riset harus dilakukan terus menerus selama situasi krisis berlangsung.

Action berkaitan dengan tindakan perencanaan dan pelaksanaan program komunikasi. Hasil riset yang telah didapatkan kemudian diproses menjadi program komunikasi. Proses ini menentukan bagaimana pesan dan program dirancang, media apa yang akan digunakan, siapa tim pelaksana, berapa anggaran yang dialokasikan, dan lain sebagainya. Proses perencanaan ini menjadi sangat penting karena menurut Prof. Hafied Cangara, guru besar Komuniaksi Universitas Hasanuddin, gagal dalam perencanaan berarti merencanakan kegagalan suatu program. Jika proses ini berjalan dengan baik maka luarannya adalah protokol kebijakan komunikasi krisis. Inilah yang akan menjadi pedoman pelaksanaan komunikasi krisis di lapangan.

Communication berkaitan dengan tindakan prosedural komunikasi krisis. Dalam aspek ini tim komunikasi krisis pemerintah harus menyusun cara memberitahu masyarakat agar informasinya lebih terpercaya atau menghindari hoax. Tak bisa dipungkiri dengan adanya media sosial maka informasi mudah menyebar bahkan tanpa di-filter terlebih dahulu sehingga menimbulkan kepanikan masyarakat. Dalam praktiknya pemerintah telah meluncurkan situs www.covid19.go.id sebagai saluran satu pintu. Namun agaknya situs tersebut tidak cukup mengingat tidak seluruh masyarakat mempunyai kecakapan digital yang sama. Oleh karenanya perlu hubungan media (media relations) yang baik agar tidak ada informasi yang dipelintir oleh media karena hanya akan menimbulkan respon panik di masyarakat.

Evaluation berhubungan dengan tindakan evaluasi pelaksanaan protokol komunikasi krisis. Banyak pertanyaan yang dapat dijadikan indikator dalam hal ini, seperti, seberapa luas capaian informasi risiko di masyarakat? Bagaimana dampak informasi tersebut? Bagaimana respon masyarakat? Adakah perubahan perilaku di masyarakat? Apakah masyarakat mengikuti kebijakan pemerintah? Apakah media menulis berita sesuai dengan apa yang disampaikan pemerintah? Dan lain sebagainya. Hal ini penting karena manajemen komunikasi krisis adalah proses berkelanjutan dan jangka panjang.

Masih Ada Harapan
Kasus pandemi ini masih terus berkembang. Pemerintah harus terus memikirkan cara efektif dan efisien sambil memikirkan momentum agar tidak kalah cepat dengan penyebaran virus. Meskipun ada kekeliruan komunikasi di awal, agaknya saat ini masih belum terlambat memperbaiki itu semua. Komunikasi memang bukan segala-galanya, namun segala-galanya perlu dikomunikasikan. Komunikasi memegang peran sentral untuk mengubah perilaku masyarakat. Praktik komunikasi yang baik akan menghasilkan respon yang baik pula.

Kuncinya pemerintah harus transparan kepada publik agar publik dapat memahami kondisi sebenarnya. Dalam situasi krisis ketertutupan informasi justru membuat kepercayaan publik tergerus ke titik nadir. Jika situasinya seperti ini maka pemerintah memiliki pekerjaan tambahan, yakni, memperbaiki citra yang kadung buruk di mata rakyatnya sendiri. Semoga badai ini bisa berlalu dan kita dapat menyongsong pagi yang cerah esok hari. Semoga. Aamiin.

Tidak ada komentar