Muhammaf Fajar, Mahasiswa Sosiologi Agama IAIN Parepare Dalam menghadapi virus corona atau covid-19 yang telah memporakporand...
Muhammaf Fajar, Mahasiswa Sosiologi Agama IAIN Parepare
Dalam menghadapi virus corona
atau covid-19 yang telah memporakporandakan seluruh aspek sosial masyarakat di dunia ini, kita
seolah-olah dipaksa untuk masuk ke situasi yang setara dengan perang dunia. Sebuah perang di abad-21 ini yang membenturkan manusia dengan musuh yang tidak
terlihat wujudnya.
Fenomena ini membawa petaka sosial dalam kehidupan masyarakat luas di seantero dunia. Berdasarkan data dari Worldometers, hingga Rabu (29/4/2020)
pagi, jumlah kasus positf Covid-19 ada sebanyak 3.128.995 kasus, sedangkan
untuk pasien yang sebelumnya terkonfirmasi positif lalu dinyatakan telah sembuh
juga bertambah, totalnya ada 951.030 orang. Namun, dari sisi jumlah korban
meninggal juga turut bertambah. Terdapat 217.094 orang yang meninggal secara
keseluruhan karena terinfeksi virus corona. Musuh ini membuat kita merasa hidup
dalam realitas yang mirip meski tidak sepenuhnya sama dengan jalan cerita film
fiksi ilmiah yang berjudul "Contagion" yang rilis pada tahun
2011 maupun film-film pandemi lainnya yang serupa.
Harus diakui bahwa situasi
ini memberikan tekanan mental kepada kita karena tingginya faktor ketidaktahuan
dan ketidakpastian tentang apa yang bisa mengalahkannya. Sampai saat ini
Indonesia pada masa tanggap darurat, setelah abai dalam pengurangan risiko
bencana corona, saat mewabah di banyak negara sebelumnya. Malah corona menjadi
bahan candaan beberapa oknum, miris rasanya.
Pe·nya·kit sesuatu yang menyebabkan terjadinya gangguan pada
makhluk hidup; (KBBI Daring edisi III) atau dalam hal ini penyakit tidak
hanya ditimbulkan dari virus yang masuk dalam tubuh manusia tetapi juga
ditimbulkan karena ketakutan berlebih atas tertularnya virus ini dapat
menimbulkan banyak penyakit yang menjadi gangguan pada makhluk hidup atau
manusia.
Talcott Parsons (1951) dalam bukunya “The Social System”,
bahwa ia tidak setuju dengan dominasi model kesehatan medis dalam
menentukan dan mendiagnosa individu itu sakit. Bagi Parsons, sakit bukan hanya
kondisi biologis semata, tetapi juga peran sosial yang tidak berfungsi dengan
baik. Parsons melihat sakit sebagai bentuk perilaku menyimpang dalam
masyarakat. Alasannya karena orang yang sakit tidak dapat memenuhi peran
sosialnya secara normal dan karenanya menyimpang dari norma merupakan suatu
yang konsensual. Lalu apa wujud kondisi sakit secara sosial ini? Salah
satu wujud penyakitnya ialah Disorganisasi Sosial.
Menurut bapak sosiologi Indonesia, Soerjono Soekanto, disorganisasi adalah proses memudarnya atau
menurunnya nilai- nilai dan norma- norma dalam tatanan struktur masyarakat
karena adanya perubahan di dalam kehidupan. Fenomena covid-19 ini tentunya
memberikan dampak yang sangat kompleks bagi setiap kehidupan individu ataupun
hubungan antar individu terlebih pada pandangan terhadap sesama manusia yg
menunjukkan gejala covid-19 atas rasa
takut terhadap penularan virus yang diklaim sangat cepat, disisi lain
kemerosotan ekonomi terhadap orang-orang yang tidak bisa melakukan aktifitas
produksi, distribusi, dan konsumsi sangat berdampak besar tehadap tatanan
struktur masyarakat dan menimbulkan perubahan sosial dalam masyarakat.
Anne Kerr dalam bukunya yang berjudul “Genetics and Society:
A Sociology of Disease” menjelaskan bahwa fenomena wabah penyakit di
masyarakat dapat membuat masyarakat mengalami kecemasan (anxiety) dan
ketakutan (fear). Buntutnya, kita mengalami antipati secara sosial.
Disorganisasi pada masyarakat akan mengarah pada situasi sosial
yang tidak menentu. Sehingga dapat berdampak pada tatanan sosial di masyarakat.
Tidak dipungkiri bahwa dengan beredarnya kabar virus corona yang telah
menjangkiti Indonesia berdampak pada sikap masyarakat yang menjadi lebih
over-protektif terhadap lingkungan sekitarnya. Ketakutan terhadap virus corona
akan memberikan pengaruh terhadap sikap sosial masing-masing individu. Kita
akan lebih mudah menaruh curiga pada orang yang batuk, bersin, atau terlihat
pucat di sekitar lingkungan kita selain itu adanya pandangan buruk berupa
stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang ODP, PDP, suspect Covid-19,
pasien positif covid-19, pasien sembuh maupun
tenaga medis.
Berawal dari stigma, akhirnya dapat muncul sikap
diskriminasi. Sikap diskriminasi yang paling nyata terjadi berupa kekerasan
simbolik. Seperti tidak mau menolong orang lain secara kontak fisik langsung
dengan orang yang diduga terjangkit virus corona. Contoh lain penolakan seorang
perawat di indekos tempat ia tinggal karena perawat tersebut bekerja di RS yang
menerima pasien Covid-19. Yang paling ekstrem adalah penolakan pemakaman
jenazah korban Covid-19 oleh sejumlah warga desa. Tidak hanya sekadar menolak,
warga bahkan melakukan pelemparan batu kepada para petugas medis yang bertugas
membawa jenazah korban Covid-19 dengan ambulans. (Kompas.com)
Tidak ada maksud untuk menghardik pihak manapun, tetapi hanya
sekedar merefleksikan bagaimana eksistensi dan esensi dari Pancasila sebagai
ideologi bangsa dan dasar negara kita ditengah mewabahnya virus tersebut.
Sebagai bangsa, kita perlu memiliki kekuatan moral dalam menyikapi peristiwa
apa pun, baik itu dalam konteks Indonesia yang sedang dilanda pandemi COVID-19.
Hal yang manusiawi ketika kita memberikan respons antisipatif dalam melihat
situasi. Namun, ada etika sosial yang perlu dijunjung tinggi dan dipelihara
agar hubungan dengan sesama tetap terjaga.
Lalu apa vaksin untuk menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut?
1. Solidaritas Sosial
Mungkin agak kurang efektif ditelinga orang-orang, nyatanya
solidaritas sosial dapat mencegah orang-orang yang tidak bisa meninggalkan
pekerjaan mereka karena pertimbangan apabila tidak bekerja ada anak istri yang
tidak bisa diberi makan, meninggalkan sekat dan menumbuhkan persatuan. Faktanya memang virus ini dapat merenggut nyawa manusia tapi apakah
virus ini juga dapat merenggut jiwa kemanusiaan? Pandemi bukan hanya urusan pemerintah, melainkan masalah seluruh
bangsa dan prioritas diletakkan pada penyelamatan nyawa manusia.
Sosiolog Universitas Indonesia, Prof Iwan Gardono Sujatmiko, PhD
mengatakan, di tengah merebaknya wabah virus corona di berbagai negara di
belahan dunia termasuk Indonesia tersebut diperlukan solidaritas bersama dan
gotong royong yang tinggi antar masyarakat. Solidaritas yang ia dimaksud
adalah upaya saling membantu dan gotong antara masyarakat Indonesia khususnya
dan dunia pada umumnya. Hal itu dapat dibentukkan dalam usaha membantu
masyarakat yang paling rentan dalam menghadapi wabah corona. Membantu
masyarakat dalam pengadaan APD, aspek pemenuhan sehari-hari akibat turunnya
pemasukan yang banyak dirasakan oleh kelas menengah ke bawah karena pemberlakuan
PSBB, lockdown lokal, dll.
Nilai solidaritas dan gotong royong merupakan
nilai lokal yang dimiliki masyarakat Indonesia sejak dulu dan harus
ditingkatkan di saat genting seperti saat ini dalam rangka melawan pandemi
corona. Seberat apapun permasalahan yang kita hadapi saat ini dalam masa perang
melawan virus, akan menjadi ringan tatkala kita berjuang bersama.
Fenomena nyata yang telah terjadi seperti banyaknya masyarakat baik
dari kalangan pejabat, masyarakat umum, mahasiswa/pelajar, masyarakat yang
terlibat dalam suatu komunitas/organisasi/lembaga/instansi atau kelompok
lainnya, tokoh-tokoh masyarakat, influencer dari kalangan pebisnis, aktor,
penyanyi, dan para relawan kemanusiaan yang tergerak untuk melakukan sumbangsi
baik berupa materil maupun non-materil guna pencegahan covid-19 ini, contohnya
seperti pembagian masker, pembagian APD ke tenaga medis, pembagian sembako atau
makanan bagi masyarakat kurang mampu, penyemprotan disinfektan gratis,
pembagian hand sanitizer, hingga pemberian berupa uang untuk memenuhi kebutuhan
bagi yang membutuhkan dan hal serupa lainnya. Hal-hal seperti ini perlu diberikan
apresiasi dan menjadi acuan untuk bergerak bersama.
2. Intervensi Sosial
Di luar intervensi pemerintah pusat maupun daerah yang menghimbau physical
distancing, menghindari kerumunan, Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 Tahun
2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) diiiringi dengan
lahirnya Keputusan Presiden (KEPRES) No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, untuk mengatur segala sesuatu yang bersifat
panduan teknis untuk operasionalisasi di lapangan, bahkan hingga lockdown
lokal diberlakukan dibeberapa daerah.
Membangun kesadaran individu dalam kelompok-kelompok masyarakat
penting untuk memutus rantai penyebaran corona. Disini, perlu peran opinion
leader untuk membangun kesadaran dan perubahan perilaku untuk
mendukung penanggulangan bencana wabah corona. Misalnya saling mengingatkan
untuk mematuhi protokol pencegahan penyebaran virus sampai lingkungan terkecil
RT/RW. Selain itu, kelompok berperan memperkuat imunitas mental masyarakat agar
tidak mengalami penyakit cemas hingga stigma akibat corona ini.
Pada level tertentu, diharapkan mengoptimalkan penanggulangan
bencana corona dengan penguatan gugus tugas di daerah, melibatkan semua pemangku
kepentingan. Serta penguatan pelayanan-pelayanan masyarakat, meminimalisir
masifnya hoax beredar yang berdampak pada pola pikir masyarakat yang hingga
pada lahirnya kecemasan, ketakutan, bahkan stigma yang berlebihan terhadap
sesama.
Maka dari itu perlu diketahui bahwa penyakit akan adanya pandemi
covid-19 ini tidak hanya berupa masuknya virus dan menyerang tubuh tetapi juga
adanya penyakit sosial atas perlakuan ataupun pergeseran norma seperti disorganisasi
sosial, penumbuhan stigma terhadap sesama, kecemasan (anxiety) dan
ketakutan (fear). Bukan hal yang mudah rasanya bangkit dalam
keterpurukan seperti ini, tapi dengan semangat juang bersama dan harapan besar
badai cepat berlalu kita bisa atasi bersama-sama karena karena ini menyangkut
solider bukan soliter semata, semoga kita selalu dalam lindungan yang kuasa dan
dijauhkan dari marabahaya.
Saya akhiri dengan sebuah sloka:
Paropakārāya phalanti vṛksāḥ
Demi yang lain pepohonan berbuah
Paropakārāya wahanti nadyāḥ
Demi yang lain sungai mengalir
Paropakārāya duhanti gawaḥ
Demi yang lain sapi memberi susu
Paropakārārtham idaṁ śarīram
Dan demi yang lain hidup manusiamu
Mari hindari penyakit-penyakit itu, dan tetap jaga solidaritas sosial.
Selamat menunaikan ibadah puasa..!!
Tidak ada komentar