Pandemi virus corona menjadi ancaman nyata bagi semua Negara di dunia ini bahkan sebagian Negara telah mengunci negaranya dengan memutus...
Pandemi virus corona menjadi ancaman nyata bagi semua Negara di dunia ini bahkan sebagian Negara telah mengunci negaranya dengan memutuskan memberlakukan lockdown (mencegah orang-orang meninggalkan area tertentu, termasuk keluar masuk suatu negara) demi menetralisir penularan virus mematikan yang berasal dari Wuhan China dengan segala konsekuensinya.
Indonesia telah mengambil keputusan Social Distancing dengan berbagai pertimbangan salah satunya adalah kondisi ekonomi dan tentu akan lebih potensi menimumbulkan dampak yang buruk bagi kehidupan bernegara. Wabah virus corona ini telah menggangu bakhan merusak system sosial kenegaraan separuh dunia, bukan hanya gangguan system kesahatan namun telah melululantahkan system ekonomi dan system sosial lainya.
Pada saat pertama kali Pemerintah indonesia menyampaikan ke publik bahwa ada dua orang warga Indonesia yang positif terinfeksi virus corona, masyarakat Indonesia masih dalam keadaan waswas dan cemas, namun setelah penyampaian selanjutnya dari juru bicara pemerintah dalam hal penanggulangan corona bahwa jumlah pasien positif yang awalnya hanya 2 orang kini terus bertambah, hingga minggu keempat bulan maret jumlah jiwa yang terpaparpun semakin meningkat tajam yaitu 1.285 kasus (29/3/2020) keadaan ini membuat kecemasan masyarakat Indonesia berubah menjadi ketakutan.
Di awal munculnya Covid-19 ini di indonesia masyarakat sudah mulai berhati-hati dalam beraktifitas bahkan secara spontan mulai menjaga jarak dengan masyarakat sekitar terlebih penularan virus ini terbilang cepat, dalam beberapa minggu saja virus covid19 ini telah menyebar hampir ke seluruh penjuru tanah air Indonesia, masyarakat yang terpapar virus inipun semakin banyak termasuk beberapa pejabat Negara yaitu menteri perhubungan Budi Karya Sumadi, Walikota Bogor Arya Bima dan Bupati Karawang dan masih banyak tokoh yang lain.
Realitas ini mulai membuat panik dan ketakutan kepada seluruh masyarakat indonesia meskipun pemerintah telah menghimbau masyarakat agar tetap tenang dan jangan panik, tapi kenyataannya baik masyarakat maupun pemerintah tak mampu membendung kepanikan itu terbukti dengan ketatnya pengawasan di tempat-tempat umum, penutupan sektor publik, termasuk di Istana negara harus melewati beberapa pos pemeriksaan kesehatan, bahkan beberapa kota dan desa telah melakukan karantina wilayah. Terjadi kelangkaan masker dan hand sanitizer serta melambungnya harga komoditas yang dipercaya dapat menangkal virus ini di pasaran akibat meningkatnya konsumsi masyarakat, kita semua begitu panik dan ketakutan sehingga semua orang berbondong mencari dan mendapatkan bahan antiseptik tersebut, situasi ini menggambarkan bahwa kepanikan dan ketakutan akan penularan virus ini tidak dapat ditutup-tutupi.
Fenomena ini patut jadi perhatian tersendiri dari sisi sosiologis karna virus ini telah memicu terjadinya gangguan sosial atau ketidakteraturan sosial dalam masyarakat, dapat kita lihat keadaan masyarakat akhir-akhir ini dimana-mana membicarakan soal coronovirus makhluk tak terlihat itu, aktifitasnyapun tidak seperti biasanya kita dianjurkan lebih banyak di rumah demi menetralisir penularanya. Selain ketidak teraturan sosial, disfungsi sosial juga terjadi akibat rasa takut atas wabah virus corona. Disfungsi sosial membuat seseorang atau kelompok masyarakat tertentu tidak lagi maksimal menjalankan fungsi sosialnya sesuai dengan status sosialnya. Pelayanan pemerintahan misalnya sebagai bagian dari kelompok sosial tidak lagi seperti biasa atau kurang maksimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat karna harus menjaga jarak antar keduanya.
Hal yang paling nyata bisa kita lihat adalah proses belajar mengajar dan para pekerja yang harus dilaksanakan dengan sistem onilne atau daring, tentu akan memiliki keterbatasan dalam pelaksanaannya selain itu reaksi para tenaga kesehatan (perawat dan dokter) yang mulai mengalami rasa takut akan terjangkit virus corona saat mereka memberikan pelayanan perawatan maupun pengobatan pada pasien yang diduga terjangkit virus corona. Rasa takut ini membuat kelompok-kelompok sosial tersebut tidak lagi maksimal menjalankan fungsi sosialnya.
Dan yang lebih parah ketika kita sebagai makhluk sosial mulai membatasi kontak dengan individu lainnya bahkan kita mulai tidak pekah dan kehilangan jiwa sosial terhadapat kejadian disekitar kita misalnya timbul keragu-raguan atau bahkan tidak ingin lagi menolong orang yang sakit meskipun belum tentu orang tersebut terpapar atau positif terjangkit virus corona.
Disfungsi sosial membuat individu justru mengalami gangguan pada kesehatannya karna dalam perspektif sosiologi kesehatan, bahwa kondisi sehat itu jika secara fisik, mental, spritual maupun sosial dapat membuat individu atau masyarakat menjalankan fungsi sosialnya. Jika jiwa sosialnya terganggu tentu individu atau masyarakat tersebut dinyatakan sakit. Seperti yang dikemukakan oleh Talcott Parsons (1951) dalam bukunya “The Social System”, menurutnya tidak tepat kalau hanya dominasi kesehatan medis dalam menentukan dan mendiagnosa individu itu sakit. Bagi Parsons, sakit bukan hanya kondisi biologis semata, tetapi juga apabila peran sosial yang tidak berfungsi dengan baik. Parsons melihat sakit sebagai bentuk perilaku menyimpang dalam masyarakat. Olahnya itu wujud kondisi sakit secara sosial salah satunya adalah disfungsi sosial.
Dalam kondisi seperti sekarang ini secara sosial kita harus lebih pekah terhadap kejadian yang ada meskipun pemerintah telah memutuskan Social distensing atau menjaga jarak namun bukan jarak sosial yang dimakasud tapi hanyalah jarak personalitas, menjaga jarak antara individu satu dengan individu lainnya. Tapi yang terjadi adalah malah jarak sosialpun semakin renggang dalam kehidupan bermasyarakat sehingga dapat kita lihat bahwa virus corona ini bukan hanya mengancam kesehatan manusia namun juga merusak social capital dalam suatu kelompok masyarakat.
Virus corona ini telah banyak merubah sistem-sistem sosial dalam kelompok masyarakat. Indonesia misalanya yang dikenal sebagai negara mayoritas islam banyak melakukan aktivitas beribadah di masjid lima kali sehari, harus dibatasi bahkan pemerintah menganjurkan untuk beribadah di rumah begitu juga dengan penganut agama lain, kita dianjurkan untuk tidak melakukan acara yang melibatkan banyak orang termasuk beribadah.
Selain itu budaya atau kebiasaan salaman dan berjabat tangan bagi masyarakat Indonesia secara umum juga mulai dihentikan atau dirubah dengan pola yang lain, ini akibat virus corona di yakini memiliki pola penyebaran lewat sentuhan, kita dipaksa untuk menjaga jaraka seakan-akan kita sudah mulai tidak saling percaya antara satu dengan yang lain, trust sosial sudah mulai rapuh, kita semua telah dikuasi oleh rasa khawatir dan rasa takut. Coronavirus ini betul-betul menghantam tatanan sosial budaya yang ada sehingga kita semua sangat berharap pemerintah mampu mengendalikan wabah ini dalam waktu cepat dan kita sebagai rakyat harus patuh terhadap anjuran pemerintah karna kalau tidak, kedepannya akan lebih banyak masalah atau korban jiwa.
Dalam kehidupan mayarakat intraksi adalah hal yang sangat penting untuk membangun tatanan sosial yang efektif, namun ruang interaksi itu sedang terganggu oleh mahklus abstrak yang sangat menakutkan, ruang publik yang selama ini sebagai tempat berdinamika kini tidak lagi bebas untuk diakses, rasa takut dan khawatir selalu terbayang dipikiran kita akan keberadaan virus corona ini seperti ke tempat ibadah, pasar, sekolah atau kampus dan tempat-tempat umum lain apalagi pasca pemerintah memutuskan mengambil langkah social distancing sehingga segala akitivitas masyarakat di fokuskan saja di rumah masing-masing, belajar di rumah, kerja di rumah dan ibadah dirumah seperti himbauan pemerintah.
Gangguan keteraturan sosial (social disorder) dalam masyarakat sangat potensi menimbulkan berbagai dampak masalah sosial yang lain seperti kriminal, pencurian atau perampokan dan penjarahan pusat-pusat swalayan serta konflik sosial lainnya. Kita tidak ingin menambah masalah dan kerumitan yang dialami masyarakat, kecemasan dan problematic yang terus menghantui akibat terror corona harus segera di hentikan, pemerintah dan masyarakat secara umum harus berupaya mengembalikan keadaan dalam situasi normal.
Dalam perspektif sosiologi keteraturan sosial (social order) bukan hanya karna kita taat dan tunduk pada aturan-aturan yang ditetapkan oleh pihak berkepentikan tapi sosial order dapat terwujut karna adanya prinsip esksistensi dan kesadaran norma yang kita miliki karna ia merupakan suatu system institusi yang relative stabil, pola-pola interaksi, dan kebiasaan dapat secara berkelanjutan menghasilkan kondisi-kondisi yang cukup esensial.
Masyarakat yang teratur hanya dapat dicapai apabila setiap individu melaksanakan kewajiban dan menerima haknya dari orang lain. satu kewajiban yang harus dilakukan individu agar terwujud keteraturan sosial adalah menaati norma dan nilai yang terdapat dalam masyarakat tersebut. Keteraturan sosial tidak terlepas dari unsur-unsur, nilai-nilai, kebudayaan, dan sikap yang menjadikan dasar dalam menentukan sesuatu yang penting dan benar.
Berbagai upaya dan cara pemerintah dalam mengatasi wabah virus ini, olehnya itu kita harus mendukung dan sepakat bahwa ini adalah bencana nonalam yang harus diperangi bersama. Kita harus berhenti memperdebatkan sisi politiknya dan mengesampingkan tentang teori konspirasi asal-muasal wabah ini, yang harus dilakukan adalah mencari solusi permasalahannya. Social distancing adalah cara yang dipilih pemerintah untuk penanggulangan covid-19 dan kita sebagai rakyat harus patuh atas keputusan itu demi kebaikan bersama.
Penulis adalah Abd. Rasyid, M.Si, Dosen Sosiologi IAIN Parepare
Tidak ada komentar